Mengapa Daya Cipta Budaya Patut Diperhitungkan?

Daya adalah kekuatan, Daya adalah energi, Daya adalah Upaya yang dilakukan, Daya Cipta adalah energi, kekuatan, upaya yang dilakukan untuk mencipta, Daya Cipta adalah potensi untuk mengembangkan kemandirian. Budaya adalah hasil/produk dari kebudayaan. Budaya bisa berbentuk kesenian, sistem politik, sistem ekonomi, tata kelola pemerintahan, tata kelola perusahaan, tata kelola lingkungan hidup, tata kelola sosial, sistem pertanian, dan seterusnya. Daya Cipta Budaya adalah kekuatan untuk menciptakan produk-produk kebudayaan agar dapat mencapai kemandirian.

Krisis yang terjadi di banyak negara, adalah krisis kebudayaan. Sistem perekonomian yang tidak berbasis pada potensi kebudayaan (penampakan alam) setempat, sistem pemerintahan yang buruk akibat cara pandang terpisah (segregation) dalam pengambilan keputusan/kebijakan, dan berbagai kegagalan untuk dapat menelaah secara holistik permasalahan-permasalahan kebudayaan.

Perkembangan informasi global yang seolah-olah memperpendek jarak dan waktu antar negara, telah membunuh pengenalan potensi lokal dan menciptakan ketergantungan pada banyak negara lemah, dengan menyesuaikan diri (acculturate) pada negara-negara/korporat yang menggunakan strategi finasial sebagai alat perang baru (invisible weapons) untuk melakukan penguasaan atas negara atau individu-individu lainnya.

Kerusakan mental pada masyarakat bekas negara-negara koloni, menjadi starting poin bagi negara-negara pemenang perang dan negara-negara yang tidak mengalami menjadi koloni untuk melakukan investasi dalam pengembangan riset tehnologi hingga psikologi yang menjadi kiblat (trendsetter ) kebudayaan baru (global).

Produk-produk kebudayaan baru yang dikonsumsi seluruh dunia pada akhirnya menciptakan kekuatan finansial untuk negara-negara berdaya cipta, dan menciptakan ketergantungan di negara-negara kaya sumber daya namun miskin daya cipta.

Pertukaran sumber daya dengan produk budaya global (konsumsi), meninggalkan jejak karbon, eksploitasi dan permasalahan akulturat yang mengganggu penampakan alam, migrasi mahluk hidup hingga limbah yang membutuhkan proses ribuan tahun untuk dapat terurai. Kekacauan siklus alami ini juga menjadi komoditi dalam strategi finansial.

Disisi lain, rekayasa psikologi sosial juga mengembangkan pemahaman kolektif (milik bersama) dan pemahaman kapital (kepemilikan modal) yang nampak berseberangan namun sebenarnya saling melengkapi. Pemahaman kolektif, diaplikasikan di kalangan buruh, pekerja atau rakyat untuk menghilangkan kemandirian individu, menjadi bentuk penyeragaman perilaku, bentuk negara sosialis-komunis, hingga bentuk perusahaan publik (public corperate) yang sebenarnya adalah milik beberapa pemodal saja. Dan pemahaman kapital yang menjadi pemahaman kontra, menikmati keuntungan dengan kondisi hilangnya kreatifitas individu di masyarakat yang menjadi target konsumennya.

Hasil penelaahan /DCB/ tersebut, menciptakan solusi untuk membangun kemandirian setiap individu sesuai potensinya dan saling melengkapi dalam lingkaran kemandirian yang lebih besar. Semua kapabilitas dan profesi dapat mengembangkan kemandirian dan saling melengkapi hingga berdaya cipta untuk menghasilkan budaya yang sesuai dengan potensi penampakan alam dan sosialnya. Satu-satunya profesi dan kapabilitas yang harus dirubah dan dikembalikan dalam fungsi dasarnya adalah tenaga medis atau dokter. Profesi ini pada hakikatnya adalah kapabilitas dalam layanan sosial dan tidak dapat menjadi kapabilitas komersil. Dimasa depan, komesialisasi layanan medis mungkin akan menjadi komunitas kontra dalam aktifitas /DCB/.

Kemandirian menjadi penting bagi /DCB/, selain berarti pencapaian kesejahteraan oleh anggota /DCB/, kebutuhan biaya operasional bagi kampanye dan aktifitas kreatif /DCB/ untuk riset, memasifikasikan program sustainable (keselarasan hidup dengan alam), perluasan lingkaran kemandirian /DCB/akan dapat disupport oleh individu-individu anggota yang telah mandiri.

Digg Google Bookmarks reddit Mixx StumbleUpon Technorati Yahoo! Buzz DesignFloat Delicious BlinkList Furl

0 komentar: on "Mengapa Daya Cipta Budaya Patut Diperhitungkan?"

Post a Comment