Latest Posts

Riset: Seperti apakah Karakter Anda?

Riset ini awalnya dilakukan  dengan mewawancarai 10 orang relawan anggota komunitas di DCB yang mampu mengingat sejumlah teman masa kecil mereka dengan berbagai karakter , dimana teman-teman mereka tersebut hingga kini masih dapat di analisa karakternya baik secara langsung maupun melalui celotehnya di media sosial.

Dengan mengesampingkan istilah yang popular di gunakan para analis psikologi,  seperti Myers-Briggs, Karl Jung, dll. , Riset ini kemudian mampu menggeneralisasi karakter individu dan sosial dalam empat kategori yakni:

F, untuk tipe karakter mudah berteman, inkonsisten,  atau secara rinci:
 ia mudah berteman dengan siapa saja namun dalam bersikap ia cenderung tidak bertanggung jawab, tidak setia (dalam berbagai hal), selalu menyalahkan orang lain atas suatu masalah, cenderung memilih jalan pintas untuk mencapai tujuan meskipun harus mengorbankan sahabat terdekatnya, mampu meyakinkan orang lain sehingga tidak mengenali sikap inkonsistensinya.

G, untuk tipe karakter, sulit berteman, inkonsisten, atau secara rinci:
 ia sedikit atau bahkan tidak memiliki teman yang dapat menjadi sangat dekat.  Dalam bersikap ia cenderung tidak bertanggung jawab, selalu menyalahkan orang lain atas suatu masalah, dan mudah menyerah ketika menghadapi kesulitan.

H, untuk tipe karakter, mudah berteman, konsisten, atau secara rinci:
 ia mudah berteman dengan siapa saja, kurang setia namun memiliki sahabat yang sangat dekat, suka menolong teman yang berada dalam kesulitan, bertanggung jawab atas tindakan yang dilakukannya,  mampu menyeimbangkan antara kepentingan pribadi dengan kepentingan sosial.

I, untuk tipe karakter, sulit berteman, konsisten, atau secara rinci:
 ia sangat memilih dalam berteman,  setia, suka menolong teman yang berada dalam kesulitan, sangat bertanggung jawab atas tindakan yang dilakukannya,  cenderung mengutamakan kepentingan orang lain daripada kepentingan pribadinya.

Dari generalisasi empat karakter ini, DCB kemudian melakukan riset lanjutan di beberapa kelompok masyarakat yang berkorelasi dengan asal suku atau daerah, dan menemukan realita bahwa karakter F dan G cenderung lebih banyak di dalam lingkungan masyarakat.

Setelah hampir 2 tahun hingga tulisan ini dipublikasikan hari ini (06 Sepetember 2015), DCB dapat dikatakan gagal menemukan metode untuk mengubah atau mempengaruhi karakter F dan G pada kelompok usia lebih dari 10 tahun sampai lebih dari 65 tahun, agar dapat menjadi bersikap konsisten.

Berbagai metode pendekatan telah dikembangkan DCB dan hanya anak-anak berusia 5-10 tahun saja yang dapat dipengaruhi karakternya.

Hambatan yang dapat dikenali kemudian kita klasifikasikan sesuai kelompok umur dimana semakin tua usia seseorang maka semakin sulit untuk mempengaruhi karakternya yang telah menguat.

Beberapa faktor hambatan tersebut diantaranya adalah:

usia 10+ sampai -16, faktor keluarga (kemapanan ekonomi orang tua, wawasan orang tua, dan relationship antara anak dan orang tua) sangat dominan mempengaruhi terjadinya penguatan karakter F & G. Faktor pendidikan formal orang tua, hampir tidak memiliki pengaruh.

usia 16+ sampai  -23,  Faktor, keluarga dan faktor lingkungan sosial. Ini adalah fase penguatan karakter.

usia 23+ sampai 65+, faktor individu (pendidikan, wawasan, keyakinan, dll) dan faktor lingkungan sosial.  pada fase ini, karakter telah terbentuk dan semakin menguat dengan bertambahnya usia jika individu tetap berada di lingkungan sosial yang sama.

Sebaliknya, beberapa faktor kejadian alam kami temukan dapat memberikan pengaruh dalam perubahan karakter (terjadi pada beberapa individu yang menjadi subjek riset) seperti bencana alam atau kematian seorang anggota keluarga yang menjadi tumpuan.

Bagi anda yang memiliki metode untuk mempengaruhi karakter silahkan berbagi melalui kolom komentar.

Salam Berdaya Ciptalah.

pict.source: amazing oasis

read more...

Kemana para Cendikia Indonesia hingga saat ini?



Selama lebih dari 1 tahun terakhir, kita (DCB) menjelajah pedesaan dan mengenali aktifitas perekonomian maupun sosial yang berlangsung. Secara umum, typical dari pedesaan adalah sama, remajanya enggan bercocok tanam dan memilih menjadi pekerja di wilayah perkotaan, wanitanya memilih untuk menjadi TKW atau bekerja di kota-kota besar yang memiliki fasilitas hiburan malam dan para prianya bekerja sebagai kuli bangunan pada proyek-proyek. Kelompok inilah yang menghidupkan urat nadi perekonomian dari kota ke desa.

Mereka yang tetap memilh mengembangkan usaha di pedesaan adalah para orang tua dari remaja yang ke kota, suami dari istri yang bekerja ke kota atau luar negeri, istri dari suami yang bekerja di proyek-proyek, dan sisanya, selain pegawai negeri, adalah orang-orang yang tidak memiliki koneksi, uang atau keberanian untuk menjelajah pekerjaan di tempat lain.

Beberapa orang desa yang memiliki aliran dana dari perkotaan tadi dan kelompok pegawai negeri yang tinggal di desalah yang kemudian menjadi motor penggerak usaha di desa karena mampu menyewa lahan yang luas untuk berladang, memiliki modal untuk berdagang atau aktifitas perekonomian lainnya.

Terlepas dari aktifitas perekonomian maupun sosial, tehnologi juga menjadi perhatian kita (DCB). Alat & perlengkapan pertanian yang disebut modern, semuanya membutuhkan energi bensin, solar atau listrik. Mulai dari mesin pembajak sawah/kebun, penggiling padi, pemecah kulit kopi hingga pencacah rumput untuk makanan ternak dan lain-lainnya, semuanya digerakkan dengan bantuan mesin yang menggunakan lilitan/kumparan kawat. 

Para insinyur, pabrik, bengkel atau ahli tehnik yang beredar di Indonesia nampaknya tidak memiliki kreatifitas menciptakan mesin manual yang memfungsikan energi mekanik (potensial/kinetik) dengan jalinan gear (roda bergerigi) atau pengetahuan tentang katrol untuk melipat gandakan daya/gaya sehingga mesin-mesin dapat bergerak tanpa sumber energi yang tidak dapat diperbaharui.

Setelah periode 2014 nanti, semoga Presiden Indonesia yang baru, selain memahami ilmu hukum untuk menindak para korup dan mengerti manajemen untuk mengatasi inefisiensi SDM, juga sedikit mengerti tentang ilmu Fisika, sehingga krisis energi, kerusakan lingkungan sampai pemborosan modal (inefisiensi secara ekonomi) dapat diatasi. 

Berdaya ciptalah.
read more...

Kita Tidak Memilih, Alamlah yang Memilih Kita untuk Ada.


Aku tidak pernah meminta untuk dilahirkan. Aku juga tidak bisa memilih siapa yang akan melahirkan aku. Tidak bisa memilih lingkungan atau negara dimana aku bisa dilahirkan, memilih siapa yang akan menjadi ibuku, apa warna kulitku, bahasa ibuku, agama ibuku, atau bisa memilih bagaimana orangtuaku akan mempersiapkan aku menjalankan kehidupan yang memilihku untuk ada.

Seiring perjalanan kehidupan, berbagai informasi yang mengenalkan tentang kehidupan mengalir deras, tak jelas mana yang benar atau keliru. Usia otakku tak cukup waktu untuk mengolah informasi tersebut sehingga sebagian hanya aku yakinkan sebagai keyakinan yang diturunkan dari keyakinan orangtuaku dan sebagian lainnya aku generalisasikan, aku kelompok-kelompokan berdasarkan berbagai persamaan dan perbedaan, lalu sebagian lainnya aku telaah secara lebih sehingga membentuk kepribadianku (-Semesta-).

Dewasa atau tidak dewasa, matang atau belum matang usia pikiran kita, alam yang juga membekali naluri dan organ reproduksi akan memaksa kita untuk membuat pilihan-pilihan dalam kehidupan yang tidak bisa kita pilih sebelumnya. Naluri untuk bertahan hidup maupun organ reproduksi yang mendorong kita untuk berpasangan dan melahirkan kehidupan baru juga diberikan alam pada kehidupan lainnya yang kita kenal dengan sebutan binatang dan tetumbuhan.

Tidak seperti binatang, tetumbuhan ataupun manusia lainnya, kita yang mau menggunakan pemikiran untuk mengembangkan kesadaran*  dan Berdaya Cipta, tentunya akan menentukan pilihan untuk diraih bukan dengan naluri atau dorongan organ reproduksi.

Kesadaran akan membawa kita untuk menelaah ketakutan akan sesuatu atau perilaku tunduk pada sesuatu sebagaimana diturunkan dari keyakinan orangtua kita, menelaah informasi-informasi keliru dan menyesatkan dari propaganda kepentingan tertentu untuk menguasai manusia maupun kehidupan lainnya yang hidup dengan naluri dan dorongan organ reproduksi, atau mengenali bagaimana sebenarnya perbedaan berfungsi sebagai relasi saling melengkapi, bukan sebagai sesuatu yang bertentangan.

Dengan pemikiran pula kita dapat Berdaya Cipta memperbaiki kekeliruan sikap terhadap alam yang cenderung menurun kualitasnya karena kehidupan yang digerakan oleh naluri dan organ reproduksi sangat jauh, jauh lebih banyak.

Siapakah kamu? 

Bagian kehidupan yang terpaksa membuat pilihan dengan naluri atau dorongan organ reproduksi?

Atau bagian kehidupan yang meraih pilihan menggunakan pemikiran untuk mengembangkan kesadaran dan Berdaya Cipta?


*kemampuan untuk mengenali diri kita sendiri dan korelasinya terhadap alam.
read more...

Melintas Waktu

Selama periode libur panjang tahun 2012 yang setiap tahunnya selalu tiba pada pertengahan bulan sembilan dan sepuluh kalender hijriyah, kita memanfaatkan waktu libur panjang dengan melakukan riset pola hidup masyarakat Indonesia yang tinggal di Jawa Barat.

Riset kali ini kita sebut perjalanan melintasi waktu karena kita melakukan wawancara/perbincangan dengan beberapa generasi yang kita kelompokan per dua tahun sebagai batasan periode waktunya. wawancara secara acak kami lakukan di daerah pertanian yang semakin menghilang di sekitar Jawa Barat dan kemudian kami susun sesuai generasinya (G) yang dapat kami urut sesuai tahun kelahirannya (mulai kelahiran 1920 dan seterusnya), sebagai berikut:

  1. G 20-30: generasi ini meskipun mulai sedikit sulit untuk dapat berbicara dengan jelas, namun mereka begitu bersemangat menceritakan proses bercocok tanam pada masanya. Pada masa ini, mereka tidak menggunakan urea ataupun pupuk anorganik. mereka dapat menjelaskan dengan tepat bagaimana struktur tanah yang mendapat perlakuan secara organik maupun anorganik, bagaimana mereka selalu menghindari penggunaan pertisida karena mereka tidak ingin meracuni tubuh mereka sendiri dan bagaimana mereka mengolah makanan dengan menghindari berbagai bahan kimia olahan yang dihasilkan oleh industri termasuk MSG (petsin) yang kini justru dikonsumsi tanpa takaran dan digunakan oleh setiap orang muda yang mereka kenal termasuk anak-cucunya. Namun generasi ini juga menjelaskan bahwa beberapa orang dari G 20-30 atau sebelumnya yang kemudian menduduki peran peran penentu kebijakan publik adalah juga cikal bakal yang merusak ekosistem dan merusak tatanan hidup kemasyarakatan yang diwariskan leluhur dalam menjalani hidup selaras alam. 
  2. G 40-50: Generasi ini adalah generasi yang terbelah, dimana sebagian kecil generasi mengikuti pola-pola hidup generasi 20-30 dan sebagian lainnya mulai menerima kehadiran bahan-bahan kimia untuk dapat ditelan oleh tubuh mereka. Perilaku menerima bahan kimia semakin menguat pada kelompok yang berada diakhir periode generasi. Bagi mereka, alam harus dieksploitasi semaksimal mungkin agar dapat memproduksi sebanyak-banyaknya dan upaya untuk menjaga keselarasan hidup dengan alam bukanlah sesuatu yang penting. Generasi ini mulai mengambil peran-peran kemasyarakatan di era 60-70an dan menjadi era perluasan perusakan ekosistem hingga perubahan struktur kemasyarakatan yang lebih individualistis atau mementingkan dirinya sendiri. Bahkan proses perbincangan yang kita lakukan juga lebih banyak mengalami hambatan keterbukaan karena banyaknya penyimpangan-penyimpangan sikap yang berusaha mereka tutupi namun juga seringkali terlepas begitu saja sebelum terputus tiba-tiba ketika mereka menyadari telah menceritakan sesuatu yang mereka pahami sebagai suatu kesalahan namun tidak ingin mereka akui. 
  3. G 60-70: Generasi ini seperti kurva terbalik dari G 40-50 di masa-masa awal periode. Sebagaian besar dari mereka adalah kelompok yang melanjutkan pola hidup G 40-50 dan hanya sebagian kecil dari generasi diakhir periode saja yang menyadari adanya kesalahan dalam pola hidup yang mereka lakukan. Generasi ini terputus dari G 20-30 sehingga kelompok kecil yang menyadari kesalahan-kesalahan dalam pola hidup masyarakat dan perlakuannya terhadap alam, harus menggali pengetahuannya sendiri dan mengahadapi tekanan yang sangat kuat dari generasinya maupun generasi periode sebelumnya. 
  4. G 80-90: ini adalah periode paling labil dan lemah, terutama karena mereka belum mengetahui tujuan hidup mereka sendiri dan arus informasi juga semakin padat dengan adanya media komunikasi yang semakin banyak. Godaan materialistik juga membingungkan mereka untuk dapat menentukan sikap. perbincangan yang berlangsung dengan generasi pada periode ini kita rasakan seperti berbicara dengan orang yang tengah mengigau. Sesekali tersambung, sesekali tidak tersambung sehingga kita tidak dapat menjejaki pola perilaku mereka secara general. 
Data riset secara terperinci hanya akan menjadi dokumen kita, namun pengambaran secara garis besar ini akan memberi penjelasan pada publik terutama setiap generasi yang kami kelompokan dalam periode waktu tersebut bisa dapat memiliki kesadaran bahwa generasi berikutnya yang merupakan kepanjangan dari kelompok kecil G 60-70, pada masanya akan semakin menguat seiring dengan menipisnya sumber daya alam yang semakin rusak, akan meminta pertanggung-jawaban atas kondisi kehidupan yang harus mereka jalani. Akankah generasi berikutnya menghargai anda jika kehidupan anda kini menggadaikan masa depan meraka?


read more...