Kemandirian, semangat dan sikap berpikir positif kerap tercermin di puisi-puisi Semesta sehingga karya-karyanya dapat diapresiasi oleh berbagai tingkatan usia. Beberapa karya yang menurutnya dapat dibacakan oleh semua manusia dan dapat memberikan pencerahan pandangan hidup telah dengan sengaja tidak mencantumkan namanya sebagai penulis. Ia lebih suka menggunakan kata anonim untuk mempertegas bahwa karya tersebut dapat menjadi milik masyarakat.
Mahakarya
(semesta)
Seperti menabur bulir padi di suburnya tanah
dan mengalirkan air di bentangan petak-petak sawah
aku tak akan membiarkan kehidupanku hilang percuma
dilahap sesama yang tak ramah
atau digilas kegagalan dan keputus-asaan hingga musnah
Aku tercipta sempurna dibumi
Aku dapat menentukan pilihan
Aku mampu memilih masa depan
Di setiap hembus napasku tersimpan
Bermilyar daya hidup penuh gagasan
Agar aku mampu melampaui diriku sendiri
Dari tanah liat tercipta istana
Dari sehelai daun murbei tercipta sutera
Jika tanah liat dan daun murbei dapat bernilai sedemikian berharga
Berkat tangan-tangan cekatan manusia
Mengapa pula diriku yang manusia
Menjadi pasrah dilasah kegagalan yang berbisa?
Akan kurentangkan tanganku menggapai.... tinggi
Mendaki ke puncak dengan seluruh kekuatan hati
Mungkin saja aku terjatuh berkali-kali
Sebelum sasaranku berhasil kuraih nanti
cacing yang tak pernah takut terjatuh
bersembunyi di lubang-lubang tanah menghindari matahari
aku manusia, menggenggam tanah menjadi kreasi
membentuk tanah menjadi berarti
sebagai mahakarya budaya bernilai tinggi
Jendela
(semesta)
Membelah hari adalah membelah kata-kata
Tak ada ujung pangkal yang jelas meski siang dan malam seolah menjadi batas
Aku membentangkan jendela pagi yang belum terbuka
Sinar matahari kini lebih terasa menyengat meski belum tinggi.
Seperti pemikiran yang telah menjadi takdir
Karena tindakan telah menjadi kebiasaan
Kata-kataku kerap ditelan buku-buku pendidikan yang jauh dari persoalan kehidupan atau dibungkam undang-undang dan peraturan yang menjadi pagar kekuasaan.
Kebodohan dan kemiskinan kini telah menjadi takdir rakyat yang pasrah.
Menindas dan memperdaya rakyat kini telah menjadi kebiasaan para pemimpin dan birokrat.
Aku menatap kosong keluar jendela
Memandang gedung dua puluh lantai yang menjulang kokoh diatas musnahnya hutan ratusan tahun hanya dalam waktu satu bulan.
Di halaman gedung, rumput menghijau dengan aneka bunga bermekaran dan deretan rapi pohon palem yang masih harus disangga tampak asri menutupi bongkahan tanah yang masih terlihat kemarin sore.
Rupa negeri ini begitu cepat berubah. Kemakmuran alam di ganti dengan kemakmuran buatan untuk menunjang kebutuhan hiburan segelintir penguasa yang tidak lagi terhibur oleh gunung dan pantai.
Kemelaratan di pertahankan untuk di pertontonkan dan menjadi alasan untuk mengeluarkan anggaran belanja negara
Lulusan pendidikan tinggi mengobral diri menjadi pelacur agar tidak hancur
Dengan penuh suka cita para cukong memborong, memerah dan membuang sumber daya manusia hanya untuk sekali proyek.
Semuanya serba instant, terpola dan tidak manusiawi.
Tidak juga alami.
Alam mengguyurkan hujan yang menggenangi permukaan kota karena drainasenya hanya falisitas formal.
Sumur-sumur dangkal tak lagi mempunyai mata air setelah semua permukaan tanah tertutup beton
Perputaran ekonomi terus bergerak karena air tanah milik rakyat menghilang dan berganti dengan perusahaan pengeboran air yang mengemasnya di botol-botol plastik.
Yang disebut kemajuan negeri kini
telah menjadi mimpi buruk negeri di masa depan
sumber daya alam yang telah terkuras habis
menyisakan limbah dan menjadi tempat sampah raksasa
negeri industri.
Sumber daya manusia meninggalkan desa yang hilang kesuburannya dan berbaris menganggur di kota-kota
Kesejahteraan hidup hanya milik sebagian orang yang di gaji negara untuk menjadi simbol kemajuan pembangunan
Aaaah, mestinya aku membuka jendela hanya di malam hari saja
Agar muram wajah negeri ini tersamarkan
membiarkan pikiranku menelan foto-foto kemajuan negeri yang disiarkan dan membesarkan hati.
witness
I stand as a witness
I see fate on tear
I hear faith in fear
Peace sold out
God was selling out
Something to be nothing
Nothing to be words
wherein ………
I still standing as a witness
to discern the difference of justification
-Semesta-
Keabadian
sebagaimana waktu bergulir
bulan berganti matahari, air
pada akhirnya seolah mencapai akhir
tersaur,
berputar.....
benih baru terlahir
satu cerita tlah mati
satu kehidupan merinkarnasi
satu generasi terganti
namun kedamaian tetap menjadi mimpi
abadi
karena peperangan dan saling menguasai
juga abadi
0 komentar: on "Puisi-Puisi Semesta"
Post a Comment