Puisi-Puisi Semesta

Kemandirian, semangat dan sikap berpikir positif kerap tercermin di puisi-puisi Semesta sehingga karya-karyanya dapat diapresiasi oleh berbagai tingkatan usia. Beberapa karya yang menurutnya dapat dibacakan oleh semua manusia dan dapat memberikan pencerahan pandangan hidup telah dengan sengaja tidak mencantumkan namanya sebagai penulis. Ia lebih suka menggunakan kata anonim untuk mempertegas bahwa karya tersebut dapat menjadi milik masyarakat.

Kegelisahan jiwa atas perilaku manusia terhadap alam dan Tuhannya juga menjadi tema puisi-puisinya yang lain. Kegelisahan ini ia tuangkan bait demi bait untuk menggali kesadaran hidup manusia secara personal sebagaimana yang tertulis pada kumpulan puisi “kesaksian” berikut:


Mahakarya

(semesta)

Seperti menabur bulir padi di suburnya tanah

dan mengalirkan air di bentangan petak-petak sawah

aku tak akan membiarkan kehidupanku hilang percuma

dilahap sesama yang tak ramah

atau digilas kegagalan dan keputus-asaan hingga musnah


Aku tercipta sempurna dibumi

Aku dapat menentukan pilihan

Aku mampu memilih masa depan

Di setiap hembus napasku tersimpan

Bermilyar daya hidup penuh gagasan

Agar aku mampu melampaui diriku sendiri


Dari tanah liat tercipta istana

Dari sehelai daun murbei tercipta sutera

Jika tanah liat dan daun murbei dapat bernilai sedemikian berharga

Berkat tangan-tangan cekatan manusia

Mengapa pula diriku yang manusia

Menjadi pasrah dilasah kegagalan yang berbisa?


Akan kurentangkan tanganku menggapai.... tinggi

Mendaki ke puncak dengan seluruh kekuatan hati

Mungkin saja aku terjatuh berkali-kali

Sebelum sasaranku berhasil kuraih nanti


cacing yang tak pernah takut terjatuh

bersembunyi di lubang-lubang tanah menghindari matahari

aku manusia, menggenggam tanah menjadi kreasi

membentuk tanah menjadi berarti

sebagai mahakarya budaya bernilai tinggi



Jendela

(semesta)

Membelah hari adalah membelah kata-kata

Tak ada ujung pangkal yang jelas meski siang dan malam seolah menjadi batas

Aku membentangkan jendela pagi yang belum terbuka

Sinar matahari kini lebih terasa menyengat meski belum tinggi.

Seperti pemikiran yang telah menjadi takdir

Karena tindakan telah menjadi kebiasaan

Kata-kataku kerap ditelan buku-buku pendidikan yang jauh dari persoalan kehidupan atau dibungkam undang-undang dan peraturan yang menjadi pagar kekuasaan.

Kebodohan dan kemiskinan kini telah menjadi takdir rakyat yang pasrah.

Menindas dan memperdaya rakyat kini telah menjadi kebiasaan para pemimpin dan birokrat.

Aku menatap kosong keluar jendela

Memandang gedung dua puluh lantai yang menjulang kokoh diatas musnahnya hutan ratusan tahun hanya dalam waktu satu bulan.


Di halaman gedung, rumput menghijau dengan aneka bunga bermekaran dan deretan rapi pohon palem yang masih harus disangga tampak asri menutupi bongkahan tanah yang masih terlihat kemarin sore.


Rupa negeri ini begitu cepat berubah. Kemakmuran alam di ganti dengan kemakmuran buatan untuk menunjang kebutuhan hiburan segelintir penguasa yang tidak lagi terhibur oleh gunung dan pantai.

Kemelaratan di pertahankan untuk di pertontonkan dan menjadi alasan untuk mengeluarkan anggaran belanja negara


Lulusan pendidikan tinggi mengobral diri menjadi pelacur agar tidak hancur

Dengan penuh suka cita para cukong memborong, memerah dan membuang sumber daya manusia hanya untuk sekali proyek.


Semuanya serba instant, terpola dan tidak manusiawi.

Tidak juga alami.


Alam mengguyurkan hujan yang menggenangi permukaan kota karena drainasenya hanya falisitas formal.

Sumur-sumur dangkal tak lagi mempunyai mata air setelah semua permukaan tanah tertutup beton

Perputaran ekonomi terus bergerak karena air tanah milik rakyat menghilang dan berganti dengan perusahaan pengeboran air yang mengemasnya di botol-botol plastik.


Yang disebut kemajuan negeri kini

telah menjadi mimpi buruk negeri di masa depan

sumber daya alam yang telah terkuras habis

menyisakan limbah dan menjadi tempat sampah raksasa

negeri industri.

Sumber daya manusia meninggalkan desa yang hilang kesuburannya dan berbaris menganggur di kota-kota

Kesejahteraan hidup hanya milik sebagian orang yang di gaji negara untuk menjadi simbol kemajuan pembangunan


Aaaah, mestinya aku membuka jendela hanya di malam hari saja

Agar muram wajah negeri ini tersamarkan

membiarkan pikiranku menelan foto-foto kemajuan negeri yang disiarkan dan membesarkan hati.


witness

I stand as a witness

I see fate on tear

I hear faith in fear

Peace sold out

God was selling out

Something to be nothing

Nothing to be words

wherein ………

I still standing as a witness

to discern the difference of justification

-Semesta-



Keabadian
(semesta)


sebagaimana waktu bergulir

bulan berganti matahari, air kan terus mengalir

pada akhirnya seolah mencapai akhir

tersaur,

berputar.....

benih baru terlahir


satu cerita tlah mati

satu kehidupan merinkarnasi

satu generasi terganti

namun kedamaian tetap menjadi mimpi

abadi

karena peperangan dan saling menguasai

juga abadi


Digg Google Bookmarks reddit Mixx StumbleUpon Technorati Yahoo! Buzz DesignFloat Delicious BlinkList Furl

0 komentar: on "Puisi-Puisi Semesta"

Post a Comment